Jumat, 27 Januari 2017

Day 10 - #KampusFiksi 10 Days Writing Challenge

Saya memutuskan untuk mengikuti #KampusFiksi 10 Days Writing Challenge yang berlangsung 18-27 Januari 2017, dan tema untuk hari kesepuluh adalah ....

[Tulislah sebuah hal yang kamu berjanji tidak akan mengulanginya kembali.]

Sebenarnya banyak hal yang ingin saya ubah dari hidup saya, namun saya akan memulainya dengan hal yang sederhana terlebih dahulu.

Saya ini … mempunyai emosi yang tidak mudah terkontrol. Terkadang impulsif—bukan dalam tindakan atau perbuatan, melainkan perkataan saya yang (sering dibilang) menyakiti orang lain dan kata-kata saya tajam. Dan juga kesensitifan saya ini; saya ingin mengubahnya menjadi arah yang lebih baik (mengarah pada simpati dan empati pada orang lain, bukannya jadi sensitif dan marah-marah).

Maka saya ingin memulainya perlahan-lahan. Berusaha menarik napas ketika ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi begitu saja. Berusaha mengontrol diri sebelum kata-kata keluar dari mulut saya. Berpikir dua kali lipat untuk mengatakan sesuatu, karena saya tahu semua kata-kata yang sudah terucap tak bisa ditarik kembali.

Apabila saya bisa mengontrol emosi saya, tidak akan mengulangi kembali apa yang sudah saya pernah katakan, setidaknya sedikit hal dalam diri saya sudah berhasil saya ubah.


Saya benar-benar berharap dapat mewujudkannya.

Kamis, 26 Januari 2017

Day 09 - #KampusFiksi 10 Days Writing Challenge

Saya memutuskan untuk mengikuti #KampusFiksi 10 Days Writing Challenge yang berlangsung 18-27 Januari 2017, dan tema untuk hari kesembilan adalah ....

[Tulislah sebuah surat untuk seseorang.]

Untuk kamu yang berada di sana,

Saya di sini ingin mengungkapkan banyak hal, meskipun ini tidak terbaca olehmu nantinya. Terdapat keluh kesah dan pertanyaan, dan sampai di akhir surat ini, saya tidak tahu mana yang lebih mendominasi.

Kita sudah kenal selama kurang lebih enam tahun. Ah, tahun. Saya teringat bahwa dulu kamu pernah mengatakan, apabila persahabatan berlangsung lebih dari tujuh tahun, maka itu akan berlangsung selamanya. Saya mempercayai itu, sampai pada tahun 2016 lalu, kamu mengubah semuanya. Atau saya mengubah semuanya; saya tidak tahu yang mana, semuanya terasa seimbang.

Saya tahu, kamu berada di tempat yang berbeda dengan saya, dengan kadar kesibukan yang berbeda pula. Begitu banyak alasan yang kamu berikan untuk saya, dan saya menerimanya begitu saja. Saya pikir, kamu adalah sahabat saya, sehingga saya tidak perlu mengatakan apa pun untuk meragukanmu.

Namun semakin lama, itu semakin terasa palsu. Semakin terasa bahwa kamu ingin menghindari saya saja. Lewat aplikasi A, kamu bilang ponselmu akan menjadi lamban dan kamu menyarankan saya untuk mengunduh aplikasi B, sehingga saya mengunduh aplikasi chat B. Dengan aplikasi chat B, saya senang, setidaknya kita bisa saling berhubungan lagi … begitu, ‘kan? Namun apa yang kamu katakan? Kamu berkata bahwa di aplikasi itu, semua chat yang saya kirim terpendam. Dan juga, kamu tidak punya waktu.

Baiklah, baiklah. Namun ada di suatu titik di mana saya menyatakan bahwa saya ingin () dan kamu mengabaikan saya begitu saja.

Seolah saya tidak berharga. Seolah hidup saya tidak berharga di matamu.

Dengan itu saya memutuskan: untuk apa mempertahankan tahun-tahun yang berikutnya, kalau bahkan dengan berkomunikasi saja sulit? Bahkan kamu tidak merespons apa yang saya harapkan untuk direspons; titik kelemahan saya, ketika saya saat itu sedang saat jatuh dan benar-benar down untuk bisa dihibur.

Kamu memang meminta maaf. Kamu berkata kamu menangis.

Saya percaya.

Tapi saya egois. Saya masih memendam kekesalan. Kemarahan yang saat itu belum diungkapkan dengan puas.

Dan saya bertanya-tanya, apakah kamu pernah memikirkan perasaan saya waktu itu? Ketika saya berada di titik terendah, ingin melakukan sesuatu yang seharusnya tidak diperlukan? Apa yang kamu lakukan, mengatakan chatmu tertimbun chat yang lain? Mengabaikan hidup saya? Apa saya tidak begitu berartinya? Apakah selama ini persahabatan ini hanya dijalankan dalam satu arah?

Apakah kamu pernah menyesal?

Atau tidak, karena setelah itu, saya (berusaha) memutuskan kontak denganmu? Kamu lega bahwa saya tidak mengganggumu lagi?

Apakah kamu merasa senang? Apakah selama ini kamu peduli?

Apakah kamu tahu bagaimana keadaan saya saat ini?


Dari,
saya yang berada di sini.

Saya berharap kamu membacanya. Atau tidak.

Rabu, 25 Januari 2017

Day 08 - #KampusFiksi 10 Days Writing Challenge

Saya memutuskan untuk mengikuti #KampusFiksi 10 Days Writing Challenge yang berlangsung 18-27 Januari 2017, dan tema untuk hari kedelapan adalah ....

[Sebutkan 5 fakta yang berlawanan dengan 5 opini orang lain tentang dirimu.]

1. Sombong – (agak) Pemalu
Seringkali saat bertanya tentang first impression orang-orang tentang saya, yang akan mereka jawab adalah, “muka lu jutek, lu sombong anaknya.” Well … no. Muka saya settingannya memang begini, senyum kalau ada keperluan atau kalau memang ada yang lucu. Tapi kalau sedang jalan atau di suasana yang asing, wajah saya bisa lebih jutek dari yang biasanya. Actually kalau sudah kenal dengan orang lain, saya bakal bawel banget. Saya juga cukup sering menyapa orang-orang (setidaknya yang sudah saya kenal), bukannya membiarkan saja saat mereka lewat.

Saya bukannya sombong. Hanya agak pemalu, makanya saya jarang menyapa orang yang tidak saya kenal atau hanya berdiam diri ketika berada di keadaan yang asing. Saya juga takut dikira SKSD jika menyapa sembarangan.

2. Percaya Diri – Mudah Gugup
Entah kenapa orang-orang menganggap saya orang yang percaya diri dan mampu melakukan bicara di depan publik dengan mudah. BIG NO. Saya sangat benci kalau harus berbicara di depan umum (presentasi, pidato, dan sebagainya). Saat mau maju, saya akan berkeringat dingin dan perut akan mulas tiba-tiba. Dan saat maju, cara bicara saya akan lebih cepat dibandingkan saat saya bicara biasanya (dan juga yang sering dikomplain orang-orang, lu kalo ngomong cepet banget sih.)

3. Tidak Punya Hati – Super Sensitif
Mereka menganggap saya tidak punya hati karena kata-kata saya yang (katanya) sangat tajam dan tidak memikirkan perasaan orang lain. Saya hanya berkata jujur dan kata-kata saya, ya, memang tidak pernah dipoles atau diperhalus. Jika saya tidak ingin berkata apa pun saya memilih diam daripada harus menggunakan kata-kata yang palsu.

Padahal … saya ini orangnya super sensitif. Mudah menangis. Gampang dibuat sakit hati.

4. Tegas – Tidak Tegas
Mungkin karena wajah saya, dan kata-kata saya, mereka sering menganggap saya tegas. Saya tidak merasa demikian, karena saya sangat sering mengalami kebimbangan dalam memilih keputusan. Saya sering dipilih dan ditunjuk mereka sebagai pemimpin, mereka menganggap saya tegas dan galak (ya, kalau bagian galaknya bisa saya benarkan). Saya masih sering ragu akan keputusan yang saya ambil dan takut-takut untuk menyatakan sebuah keputusan.


5. Rajin – Malas
Mereka menganggap saya rajin … padahal, ya, nggak juga. Memang ada sih beberapa kejadian tertentu ketika saya sangat rajin, tapi selebihnya, saya itu orangnya malas. Beberapa barang juga berceceran di tempat saya. Kalau lagi mood atau lagi kepingin, baru saya membereskannya dan mengerjakan tugas-tugas yang seharusnya saya kerjakan. Ya, saya sering sekali procras—walaupun sekarang saya berusaha keras untuk menghindari hal itu.

Tapi, memang tidak bisa dipungkiri ... perspektif orang beda-beda.

Selasa, 24 Januari 2017

Day 07 - #KampusFiksi 10 Days Writing Challenge

Saya memutuskan untuk mengikuti #KampusFiksi 10 Days Writing Challenge yang berlangsung 18-27 Januari 2017, dan tema untuk hari ketujuh adalah ....

[Tulislah tulisan yang dapat membuatmu merasa kuat.]

Halo, aku yang ada di masa depan, yang akan membaca tulisan ini lima menit kemudian, satu jam kemudian, satu minggu kemudian, atau sepuluh tahun kemudian.

Aku adalah masa lalumu. Aku adalah masa lalu yang sedang memberikan pesan kepadamu. Dan aku ingin kamu membacanya dan merenungkannya baik-baik.

Aku tahu kamu sedang merasa jatuh dan merasa tak ada harapan lagi untuk ke depannya. Aku tahu kamu ingin rasanya “mundur” dan tidak mau melakukan apa-apa lagi. Bukankah begitu lebih nyaman? Beristirahat dengan tenang, tidak usah pusing-pusing menentukan apa yang menjadi pilihanmu di masa depan, kemudian kamu tidak perlu menyesalkan keputusan yang kamu ambil setelahnya.

Kamu merasa ingin menyudahinya saja.

Aku tahu, kamu tidak pernah menceritakan semua yang ada di kepalamu kepada siapapun. Hanya aku yang tahu isi kepalamu. Tapi kamu juga harus tahu, bahwa beban yang ada di pundakmu bisa kamu ringankan sedikit. Kamu bisa meringankannya perlahan-lahan; berbicaralah pada orang yang kamu percaya.

Aku tahu juga, bahwa setelah membaca tulisan yang di atas, kamu akan membantah, bahwa kamu tidak punya orang yang kamu percaya lagi.

Ketahuilah, kamu punya orang yang kamu percaya. Kamu hanya merasa ragu akan dirimu sendiri. Kamu tidak tahu batas kemampuanmu sehingga begitu mudahnya kamu berkata menyerah.

Aku ingin mengatakan ini kepadamu: kamu sudah melalui apa yang kamu sebut dengan hari terburukmu, dan kamu berhasil mencapai garis sejauh ini. Tidak peduli seburuk apa pun harimu, kamu bisa melewatinya, lagi, dan lagi, dan lagi. Meskipun kamu merasa gagal, pada akhirnya kamu tetap bangkit. Aku benar, bukan?

Kamu tidak selemah yang kamu pikirkan dan kamu masih punya kekuatan untuk maju. Masih ada harapan. Masih ada impian dan cita-cita yang ingin kamu wujudkan. Masih ada banyak hal yang harus kamu lakukan sebelum kamu meninggalkan dunia ini. Aku yang ada di masa lalumu tidak bisa menebak apa pun mengenai kamu; begitulah, karena kamu hidup di masa depan. Tapi aku pertaruhkan seluruh hidupku bahwa kamu, lagi-lagi, berhasil melalui hari terberatmu. Seberat apa pun itu. Seberat apa pun masalahmu. Seberat apa pun kisah hidupmu.

Dan, kamu, jangan jadikan semuanya sebagai bahan untuk merendahkan diri. Jadikan pembelajaran; dan buatlah sebagai motivasi. Aku tahu kamu bisa, karena aku pernah menyaksikannya.

Lagi, dan lagi, dan lagi.


Dari: Aku yang membaca ulang tulisan ini dan menjadi ‘kamu’.

Senin, 23 Januari 2017

Day 06 - #KampusFiksi 10 Days Writing Challenge

Saya memutuskan untuk mengikuti #KampusFiksi 10 Days Writing Challenge yang berlangsung 18-27 Januari 2017, dan tema untuk hari keenam adalah ....

[Ceritakan tentang hal di mana kamu pernah membanggakan sesuatu sementara orang lain justru meremehkan.]

Di hari keenam ini saya agak stuck. Jujur, saya bukan orang yang mudah membanggakan sesuatu, apalagi membicarakannya dengan orang lain. Maka saya tidak tahu apakah yang saya banggakan akan mereka remehkan atau tidak. Hobi menulis saya pun hanya diketahui oleh segelintir orang saja—sampai saat ini, tidak ada yang bersikap ‘merendahkan’ akan hobi saya itu—yang merupakan satu dari sedikit hal yang bisa saya banggakan dari diri saya.

Saya akan memilih satu topik (yang cukup sensitif). Saat mau kelulusan SMP dulu, teman-teman saya akan bertanya, ke mana saya akan melanjutkan sekolah. Saya menjawab SMK. Kemudian mereka langsung mengernyitkan dahi, mengangkat alis, dan memasang wajah heran. Oh, saya tahu apa yang ada di pikiran mereka.

Segera saja mereka melanjutkan, “lu kan pinter, kok masuk SMK?”

First thing first, saya nggak suka dengan semua kalimat yang diutarakan di sana. Saya sampai saat ini hanya tahu definisi ‘pintar’ di sekolah itu (sering kali) ditentukan oleh ranking yang terbatas hanya satu kelas; sementara untuk satu angkatan biasanya saat mau kelulusan. Saya, setidaknya, belum bisa mengukur saya sendiri.

Kedua, dengan nada yang seperti itu juga dengan kalimat yang seperti itu, seolah-olah yang masuk SMK bukanlah orang-orang yang cepat menangkap pelajaran dan sebagainya. Seolah-olah teman saya itu meremehkan orang-orang yang masuk SMK. Atau pun murid-murid yang menjadi murid SMK.

Tapi saat itu saya tidak membalas dengan komentar tajam (yang seperti biasa), melainkan hanya senyum lalu mengalihkan pembicaraan.

Tidak bermaksud menyombongkan diri (dan sekolah), namun ini patut dibanggakan: pada tahun 2015 lalu, sekolah saya dinobatkan sebagai salah satu sekolah berintegritas yang ada di Tangerang. Ya, ‘SMK’ yang kalian katakan dengan nada melecehkan itu, menjadi salah satu sekolah unggulan.


Saya berharap pemikiran masyarakat akan berubah dan berpandangan lebih terbuka akan semua hal.

Minggu, 22 Januari 2017

Day 05 - #KampusFiksi 10 Days Writing Challenge

Saya memutuskan untuk mengikuti #KampusFiksi 10 Days Writing Challenge yang berlangsung 18-27 Januari 2017, dan tema untuk hari kelima adalah ....

[Tulis 3 film yang paling berkesan buatmu dan jelaskan kenapa berkesan.]

Saya akan mengurutkannya dari yang terakhir, ya, karena urutan ini cukup penting mengenai mana yang sangat sangat sangat berkesan. Sebenarnya banyak film yang seharusnya dimasukkan ke sini, namun karena hanya diminta tiga, maka saya akan mencantumkan tiga.

3. In Time (2011)
Film ini dibintangi oleh Justin Timberlake, Amanda Seyfried, Cillian Murphy. Saya suka dengan konsep film ini, yaitu di masa depan nanti setiap orang yang lahir akan dibatasi sampai usia dua puluh lima tahun. Dan di lengan kirinya akan terdapat penanda waktu. Uniknya, ‘waktu’ di sana juga sebagai ‘uang’. Maka sungguh, waktu adalah hal yang sangat berharga di masa itu. Belum lagi film ini dibumbui aksi yang cukup bagus menurut saya (walaupun saya bukanlah pengamat film yang pro). Saya suka alur ceritanya sampai akhir. Open-ending yang seperti itu selalu ‘kena’ di hati saya.

2. The Theory of Everything (2014)
Film ini dibintangi oleh Eddie Redmayne dan Felicity Jones sebagai bintang utama. Film ini merupakan biografi dari kehidupan Stephen King. Saya tidak bisa melupakan bagaimana film ini berhasil membuat saya menangis sampai menarik berlembar-lembar tisu. Berlebihan, sepertinya, namun memang begitu adanya. Ada hal-hal yang membuat saya tersenyum seperti kisah cinta Stephen dengan Jane, namun lebih banyak lagi yang membuat saya menangis dan menangis dan menangis.

.

Sebelum masuk ke film nomor satu, ini adalah beberapa film yang harusnya dimasukkan ke sini namun akhirnya tidak dimasukkan karena berbagai alasan tertentu.
HONORABLE MENTION
Fast & Furious SixHarry Potter & the Order of the PhoenixZootopiaBangkok DangerousHome AloneBegin Again.

.

.

.

.

.

1. Inception (2010)
Film ini dibintangi oleh Leonardo DiCaprio, Ken Watanabe, Joseph Gordon-Levitt, Ellen Page, Tom Hardy, Cillian Murphy. Film ini luar biasa, selain konsepnya yang menarik, film ini berhasil membuat saya terdiam untuk beberapa menit setelah film berakhir. Film ini juga membuat saya menontonnya berulang kali. Dimulai dari aksi, plot, karakter, semuanya dibuat dengan sungguh-sungguh. Dan tentu saja, ending yang membuat banyak penonton berspekulasi itu juga memukau. Sampai saat ini belum ada film yang membuat saya tercengang seperti film Inception. (Whoops, dan Inception merupakan film lainnya dari Cillian Murphy yang berada di daftar saya).

Saya berharap dapat menemukan film-film yang tak kalah menarik dari daftar ini suatu hari nanti.

Sabtu, 21 Januari 2017

Day 04 - #KampusFiksi 10 Days Writing Challenge

Saya memutuskan untuk mengikuti #KampusFiksi 10 Days Writing Challenge yang berlangsung 18-27 Januari 2017, dan tema untuk hari keempat adalah ....

[Tanpa menyebutkan namanya, coba ceritakan bagaimana pertemuan pertamamu dengan si dia.]

Aku bertemu denganmu di sela-sela suara papan ketik dan suara kertas yang dibalik. Aku bertemu denganmu di antara bertumpuknya dokumen dan asap kopi yang mengepul. Aku melihatmu di sana, menggunakan jari-jemarimu untuk mengetik, sesekali menyesap kopi untuk melepas penat. Aku melihatmu terkadang melepas kacamatamu, memijit hidung dan kepala, sebelum akhirnya melanjutkan pekerjaan.

Tak pernah ada konversasi di antara kita. Seringkali hanya tatapan dan berpapasan di lobi. Atau kalau beruntung, bisa berdua saja di tangga sebelum menuju lift. Ya, kamu memilih tangga untuk ke lantai tujuh belas untuk baru menaiki lift ke lantai satu, sementara aku ke lantai tujuh belas untuk menunggu teman. Aku tidak pernah tahu apa alasanmu untuk pergi ke lantai tujuh belas sementara tempat kita bekerja di lantai sembilan belas. (Sampai saat ini aku berasumsi supaya kamu bisa melatih otot-otot kakimu karena terlalu lama duduk, tapi aku tidak tahu juga).

Diam-diam aku melemparkan pandangan, namun kamu tidak menyadari (atau memilih untuk tidak menyadari). Aku ingat di suatu kali, kita berpapasan lagi, kamu menatapku begitu tajam. Dan tentu, sampai saat ini, aku tidak tahu alasannya.

Kita bertemu di antara sibuknya manusia dan celotehan para pekerja.

Kamu selalu tampak serius, walaupun aku pernah melihatmu tersenyum dan tertawa di jam-jam kerja. Aku suka melihatmu seperti itu. Wajahmu ceria. Ada kehangatan di sana. Sisanya, seperti yang kamu tahu sendiri, kamu selalu serius. Bekerja, bekerja, bekerja.

Tentu aku tidak berani berkenalan. Aku hanya magang di tempatmu bekerja. Tapi aku tahu namamu ketika aku mencuri dengar. Aku senang ketika mengetahui namamu, walaupun kamu tidak tahu namaku. Aku bisa menyelipkan namamu di sela-sela mimpi yang menggulirkan takdirnya di malam hari.

Sampai dua bulan kemudian, tak ada interaksi berarti di antara kita. Pernah kita bertemu di pantry, namun tentu saja, tak ada pembicaraan. Aku pergi lebih dulu karena aku sudah mengisi air di botol minumku. Aku pergi, dengan langkah pelan-pelan, berharap kamu memanggilku. Dan tentu saja, itu tidak akan terjadi.

Dan di hari terakhir saat dua bulan itu, aku berpamitan pada yang lainnya. Kamu tidak termasuk, karena kita tidak pernah saling kenal.


Tidak saling berkenalan secara resmi, ya, tapi, aku senang telah bertemu denganmu.

Aku bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika suatu hari, takdir memutuskan untuk mempertemukan kita kembali.