Cakrawala
.
“Aku
ingin pergi melihat petasan. Pokoknya petasan petasan petasan!”
Anak
saya selalu rewel kalau itu berhubungan dengan kesukaannya—mercon, balon,
bahkan hal remeh seperti gelembung sabun. Terkadang dia menunjuk-nunjuk sesuatu
di atas, telunjuknya bergerak-gerak, dan barulah saya sadar bahwa yang ia
maksud adalah awan. Dia juga bisa menghabiskan waktu lebih dari sepuluh menit
hanya untuk memperhatikan burung-burung yang berkeliaran di depan rumah. Ada saat-saat
di mana dia merengek minta dibelikan pesawat, padahal, ya ampun, saya bukan
miliuner.
Walaupun
begitu, saya menuruti permintaannya. Menyusuri jalanan yang ramai dan penuh dan
sangatlah sesak untuk menunggu kembang api—dan petasan—menjelang Tahun Baru. Menahan diri untuk tidak mencaci siapa pun yang barusan menginjak kaki saya,
menahan diri untuk tidak mengumpat ketika punggung saya tidak sengaja terjawil—pokoknya
ramai sekali lah.
“30
DETIK LAGI!” Terdengar bahana yang membuat telinga saya berdengung. Saya
mengerjapkan mata, masih berjalan perlahan seraya mendongak ke atas, menanti
petasan yang ditunggu-tunggu semua orang.
Saya
menggenggam tangan mungilnya erat-erat supaya tidak menjauh dari saya.
Mendekati tiga puluh detik yang dimaksud, suara ribut semakin menjadi-jadi. Saya
tidak mengalihkan pandangan dari langit. Langit. Kesukaan anak saya; mercon,
balon, gelembung sabun, pesawat ….
Barulah
saya sadari. Dia menyukai hal-hal yang berhubungan dengan langit. Saya
berjongkok di hadapannya dan menatap wajahnya dengan sungguh-sungguh. Polos,
inosen, murni. Dia menatap balik.
“Jadi,”
kata saya dengan suara pelan kepadanya, namun percuma karena suara saya dikalahkan
oleh keributan yang ada di sekitar, sehingga saya mengulangi hal tersebut
sekali lagi dengan lebih kencang, “Jadi, kalau mama boleh tahu, kenapa kamu
suka sama hal-hal yang berhubungan dengan langit?”
“3!”
“2!”
“1!”
Dia
tidak menatap saya lagi, melainkan melihat langit dan tangannya tidak mau diam. Saya
berdiri, ikut melihat ke atas, kagum dengan keindahan yang dihasilkan walaupun
saya sangat membenci kebisingan.
Diam-diam,
saya menunggu jawabannya. Dia pasti mendengar.
“MA,”
sahutnya setelah beberapa menit dihabiskan untuk melongo melihat petasan, “AKU
JUGA INGIN BISA TERBANG.”
Saya
mematung di tempat.
“AKU
INGIN MENGUNJUNGI PAPA.”
.
(fin)
.
#NulisRandom2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar