Rabu, 18 Februari 2015

Pintu yang Tertutup

Pintu yang Tertutup

(I'm Not The Only One)

.

Pernah sekali atau dua kali, aku dengan tololnya memandang punggungmu yang berbalik dan menjauh pergi, melangkah menuju pintu, lalu membantingnya dengan superior.

Tapi yang lebih tololnya lagi adalah, ketika aku tahu kalau aku tidak bisa bergerak pergi dari sana dan terus menunggumu dari bayangan yang tersisa.

.

"Kita telah membuat komitmen," katamu dengan nada angkuh yang tak sekali pun aku membantahnya, karena aku tahu bahwa aku tak bisa. Rambut panjangmu sedikit tersibak dan aku takut kalau aku telah salah fokus. Kamu menatapku dalam, dalam sekali. Aku melihat langsung ke matamu dan melihat sinar yang berkilat di sana. Kamu melanjutkan dengan mantap, "Namun ada satu hal yang ingin kuberi tahukan padamu."

Aku bergeming menunggu kelanjutan darimu.

"Jangan pernah menguntitku. Tak ada orang yang menjalin hubungan dan menguntit kekasihnya."

Dalam poin itu, aku setuju. Kamu adalah wanita independen, 'kan?

.

Kamu dan aku telah bersama untuk beberapa lama yang tak ingin kuhitung; mungkin lebih lama dari bayanganku, atau lebih singkat dari imajinasiku. Kita telah menekan ego masing-masing ke lubuk hati terdalam supaya hubungan ini tidak hancur, lebur, menjadi serpihan-serpihan tak bermakna di langit terujung sana.

Aku berpikir, mungkin karena kita saling mengerti.

Namun aku salah total.

.

Kamu adalah wanita cantik yang tidak mau kuperingatkan bahwa banyak laki-laki yang mengincarmu. Mungkin kamu sudah tahu, tapi aku juga tidak mau memperingatkan. Cukup waspada saja supaya milikku tak diambil orang lain.

Namun, suatu hari, aku melihatnya dalam titik antara taman, simfoni, air yang beriak, dan kamu yang sedang tersenyum hangat, direngkuh oleh pemuda yang tak kukenal.

Kamu terlihat bahagia tanpa perlu kuperingatkan.

.

Lain waktu, aku memergokimu bersama pria yang lain lagi dari dua bulan yang lalu (ya, ya, aku masih ingat, Sayang, ketika hari itu kamu berkata kamu ingin pergi bekerja tetapi kamu malah bermesraan dengan pria lain). Aku tidak memanggilmu. Aku melangkah pergi. 

Di waktu-waktu tertentu ketika aku ingin mempercayaimu, ingin tahu seberapa besar ketulusanmu dan bagaimana kamu memperlakukanmu, kamu hanya menjawab dengan santai, "Aku habis bekerja." 

Atau, "Habis hang-out sama teman."

Aku mengangguk. Mungkin kamu kira aku lebih tolol dari udang yang tak punya otak.

.

Kita tak pernah bertengkar karena aku mengalah dan kamu langsung pergi.

Menemui priamu yang lain.

.

Satu tahun. Dua tahun. Mungkin lima tahun.

Hubungan satu arah itu terus berjalan.

Dan aku masih menunggu di balik pintu yang terbalik, di antara sinar matahari yang menyusup di celah jendela dan tirai, dengan kaki yang tak gentar. 

Menunggumu untuk membuka pintu yang sudah tertutup sejak punggungmu sudah berbalik melawanku.

.

Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari Tiket.com dan nulisbuku.com #TiketBaliGratis.

2 komentar:

  1. Hai, Qunny!
    Ternyata ada faedahnya aku penasaran terus ngeklik link blog yang kamu promote di linimasa Twitter :D

    Aku paling suka sama tulisan yang ini! Ini masuk kategori apa sih ya ... Ficlet atau vignette?
    Sudut pandangnya dari pihak cowok, sesuatu yang ngga biasa. Dan entah kenapa di sini aku ngebayangin cowoknya kayak Akai Shuuichi yang di Case Closed itu 😂 ahahaha sori.

    Like this, Qun. Kok aku sekarang jadi lebih suka baca orific kamu yah? :D


    Salam hangat,
    Shen

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah shen mampir! XD

      Ehe, iya, semacam itu lah ya, ini oneshot yang pendek banget sih u////u. Wadu Akai Shuuichi 8D

      Makasih banyak shen udah mampir n komen! Orific ku selain di sini juga ada di fictionpress hehehehe /kenapapromo

      love,
      qunny

      Hapus